Ayo Bali, Bangkitlah...!!


Dibaca: 1426 kali 
Rabu, 05 Januari 2022 - 22:31:09 WIB
Ayo Bali, Bangkitlah...!! Ketua Dewan Penasehat PWI Riau Helmi Burman.

(Catatan Helmi Burman/Ketua Dewan Penasehat PWI Riau dari Kunjungan ke Bali)

SETIAP nama Bali disebut, saya selalu menolak. Tapi, seperti biasa, tetap saja saya kalah. Lebih banyak suara yang setuju Bali sebagai daerah tujuan kunjungan kerja.

Ya, itu saya alami selama lima tahun duduk sebagai anggota DPRD Riau. Periode 2004-2009. Baik itu di komisi, Pansus atau badan lainnya. Selalu saja jika ada kunjungan kerja, Bali adalah provinsi favorit.

Tapi entah mengapa, saya sendiri tidak begitu suka dengan Pulau Dewata ini. Berulangkali menjejakkan kaki di sana, tetap saja rasa itu tidak hilang. Sampai berakhirnya masa jabatan di dewan. Saya sendiri tidak tahu apa penyebabnya.

Belasan tahun kemudian, tepatnya awal Desember 2021 lalu, saya kembali menjejakkan kaki di pulau yang tersohor di manca negara itu. Kali ini bersama rombongan wartawan anggota PWI Riau. Tentu saja dengan kondisi dan situasi yang berbeda.

Begitu pintu pesawat dibuka, kami disuguhi bangunan bandara baru yang megah dan modern. Sayangnya, rombongan PWI hanya disambut lorong sepi dan sedikit petugas. Jika Anda pernah ke Bali pada masa jaya-jayanya dulu, tak kan pernah terbayangkan kondisi seperti ini. Bandara I Gusti Ngurah Rai yang dulu sibuk dengan penampakan wajah berbagai ras bangsa, sekarang terlihat muram.
 
Saya makin heran begitu bus sampai di Hotel Royal Singosari, tempat rombongan menginap. Hotel yang terletak di Jl Bakung Sari, Kuta, ini sepertinya sudah lama tidak dikunjungi tamu. Seluruh karyawan hotel yang jumlahnya tak banyak, seperti pegawai yang baru belajar. Serba kikuk, gelagapan.

Ditambah lagi dengan adanya pengumuman dari pihak hotel, agar setiap tamu membuka dulu kran air di kamar mandi selama beberapa menit. Maksudnya untuk membersihkan saluran air dari kotoran dan karat yang menempel di dalam pipa, akibat sudah lama tidak digunakan.

Pantas saja saat masuk Jl. Bakung Sari yang panjangnya dari ujung ke ujung sekitar 350-400 meter, tidak terlihat satupun toko, kedai atau lainnya yang buka. Semua tertutup rapat tak ada tanda kehidupan.

Toko yang tutup di sepanjang Jl Bakung Sari.

Oalahhh....!!! 
Saya tersadar. Jadi memang begitu dahsyat dampak pandemi Covid-19 terhadap ekonomi Bali yang memang bergantung kepada sektor pariwisata, yang notabene adalah kunjungan wisatawan manca negara (wisman) dan nusantara (wisnu).

Sejenak ingatan saya kembali ke masa lalu. Ketika malam mulai datang, betapa hebohnya jalan ini. Hiruk pikuk, gemerlap. Kafe, bar, spa, massage, semuanya ada. Wajah-wajah asing memenuhi seluruh tempat. Gelak tawa, asap
rokok dan bau minuman keras memenuhi seisi jalan.

Jalan Bakung Sari adalah salah satu jalan paling terkenal di Denpasar, selain Legian dan Kuta. Jaraknya hanya 5 menit jalan kaki ke Pantai Kuta. Tidak pernah sepi. Dari pagi sampai pagi. Jika Anda pernah baca berita ada bule mabuk yang tidur seenaknya di jalan, di situlah tempatnya.  

Tapi itu dulu. Sekarang, jalan yang tak pernah mati itu seperti kuburan panjang. Tak ada kehidupan. Bangunan di kiri kanan jalan dipenuhi tulisan dikontrakkan atau dijual. Miris...

Begitu besar pengaruhnya terhadap pulau seribu pura ini. Virus covid membuat sejumlah negara melakukan kebijakan travel restriction dan lockdown. Hal ini berdampak pada menurunnya jumlah kunjungan wisman, sehingga menekan kinerja pariwisata. 

Kondisi yang berlangsung hampir dua tahun itu, membuat seluruh sektor usaha di bidang pariwisata babak belur. Banyak bisnis tutup. Mulai dari sektor informal hingga hotel bintang lima. Bangunan megah dan mewah hotel-hotel itu seperti gedung berhantu. Kebijakan banting harga hingga 80 persen, tidak banyak membantu. 

Padahal Bali adalah provinsi di luar Pulau Jawa yang memiliki hotel dan resort kelas bintang lima paling banyak. Jumlahnya bahkan melebihi ibukota Jakarta. Fasilitasnya malah bintang lima plus. Seperti InterContinental Resort, Jimbaran. Hotel dan resort bintang lima Diamond yang terletak di bibir pantai Jimbaran ini, sangat luas, besar dan mewah. Hanya orang-orang berkocek tebal yang mampu menginap disini.

Namun sama dengan yang lainnya. Akibat pandemi, resort mewah yang kabarnya milik putra mantan Presiden Indonesia itupun tidak sepenuhnya beroperasi. Tunduk di bawah kekuasaan Sang Khalik.
 
Kondisi itu membuat Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno, meminta kepada seluruh rakyat Indonesia ikut membantu Bali. Caranya, dengan berkunjung ke Pulau Dewata itu. Arahkan seluruh kegiatan dan tujuan wisata kesana.

Sepertinya himbauan Menparekraf itu disambut positif. Mulai pertengahan 2021 lalu, Bali sudah didatangi berbagai utusan wisatawan nusantara. Perlahan, jumlahnya terus meningkat. 

Satu demi satu hotel kembali buka. Karyawan mulai bekerja. Perusahaan travel memanggil kembali pemandu wisata yang sudah lama pulang kampung. Dipaksa keadaan menjadi petani. 

Sejatinya, para pemandu wisata ini adalah aset berharga bagi Bali. Mereka adalah tenaga profesional yang menguasai bidangnya. Setiap tour guide, rata-rata menguasai minimal dua bahasa asing. 

Tujuan Wisata Komplit

Seperti diketahui, Bali adalah salah satu dari sekian banyak daerah tujuan wisata andalan yang ada di tanah air. Dengan luas total 5.780 km2, terdiri dari delapan kabupaten dan satu kota. Penduduknya berjumlah kurang lebih 4.317.404
jiwa.

Dari berbagai literatur diperoleh data, umumnya rakyat Bali menganut agama Hindu (86,91%). Disusul beragama Islam (10,05%), Kristen (2,35%), serta Budha dan agama lainnya.

Tersebar di delapan kabupaten, Bali dianugerahi alam indah dan eksotik. Bentangan pantai berpasir putih, mengelilingi setiap sudut pulau. Laut, sungai, danau, gunung dan hutan, adalah objek wisata sangat potensial. 

Belum lagi pulau-pulau kecil lain yang berada di sekitarnya, seperti Pulau Nusa Penida, Nusa Lembongan, Nusa Ceningan, Serangan dan Pulau Menjangan. Semuanya menunggu kunjungan wisman dan wisnu, tergantung minat dan hobi masing-masing. Diperkirakan terdapat sekitar 54 objek wisata unggulan.

Gunung Batur dan Danau Batur misalnya, adalah salah satu objek menarik. Terletak di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, pengunjung dapat menikmati panorama puncak gunung dan danau yang berada di bawahnya, dengan udara pegunungan yang sejuk.

Di sebelah Barat Danau Batur, terdapat tempat wisata penting lainnya, yaitu Bedugul yang juga memiliki danau dengan pepohonan menghijau.

Objek wisata yang tak kalah menarik adalah budaya masyarakat Bali yang sangat erat kaitannya dengan agama Hindu. Setiap upacara keagamaan merupakan objek yang khas. Pura adat tempat ibadah umat Hindu tersebar di seluruh pelosok pulau. Oleh karenanya Bali juga dijuluki dengan sebutan Pulau Seribu Pura. 

Yang terkenal di antaranya Pura Besakih, Pura Tanah Lot dan Pura Uluwatu. Pura Besakih adalah pura terbesar dan terpenting di Bali. Terletak di lereng Gunung Agung pada ketinggian 1.000 meter di atas permukaan laut. Di komplek Besakih terdapat 23 pura yang terpisah-pisah namun saling berhubungan. Pura terbesar dan terpenting adalah Pura Penataan Agung.

Bali juga memiliki keunikan berbagai seni budayanya. Ini yang menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Seni tari, seni lukis, seni rupa, dan berbagai upacara adat.

Seni tari yang terkenal adalah Tari Kecak, Tari Barong, Tari Legong dan Tari Arja. Seni lukisnya meliputi seni lukis modern dan tradisional. Seni rupanya seperti berbagai jenis patung dan hasil kerajinan, baik dari logam atau bukan logam.

Sedangkan upacara adat yang terkenal adalah upacara ngaben (pembakaran mayat), upacara piodalan di pura-pura, dan upacara metatah (potong gigi).

Sebagai salah satu daerah tujuan wisata utama yang terkenal di dunia, desa-desa di Bali juga berkembang menjadi desa wisata dengan keunikannya masing-masing.

Desa Baha misalnya. Sejak lama dikenal dengan sistem pertanian Subak; suatu organisasi yang mengatur pembagian air untuk irigasi pertanian. Keunikan lain desa ini, pintu masuk ke rumah masing-masing keluarga yang seragam, dengan kombinasi arsitektur bangunan tradisional Bali.

Di pinggir Danau Batur ada Desa Trunyan yang juga memiliki adat unik yang tak ada duanya di dunia. Desa ini dihuni oleh masyarakat Aga yang merupakan penduduk asli Bali.

Masyarakat Trunyan tidak membakar atau mengubur mayat anggota keluarganya yang meninggal. Cukup hanya diletakkan di dalam sebuah kurungan bambu. Sejalan waktu, mayat itu akan hancur dengan sendirinya. Yang aneh, mayat itu tidak menyebarkan bau busuk sama sekali.

Ya pembaca. Begitu banyak yang bisa dilihat dan pengalaman menarik di pulau ini. Dari yang indah-indah, eksotik, unik, hingga destinasi yang mampu memacu adrenalin.

Membicarakan tentang Pulau Bali dengan segala keindahan alam dan budayanya, tak kan ada habisnya. Perlu waktu cukup lama jika ingin menikmati seluruh objek wisata yang ada.

Rombongan besar PWI Riau, yang berkunjung selama lima hari empat malam, hanya mampu menikmati lima atau enam objek. Termasuk Istana Kepresidenan Tampak Siring.

Jujur, saya cukup puas dan bisa menikmati perjalanan wisata ini. Ada sudut pandang berbeda dengan kedatangan sebelumnya. Kali ini saya bisa melihat Bali dan masyarakatnya secara utuh. Sebagai sesama anak bangsa yang memerlukan uluran tangan saudara-saudaranya untuk bangkit dari keterpurukan. 

Tak ada kebahagiaan yang lebih besar selain mampu menolong saudara kita, walau hanya dengan cara berkunjung ke sana. Ikut berperan menggerakkan kembali roda ekonomi, khususnya bidang pariwisata. Sekecil apapun itu.

Ayo Bali. Bangkit!!! Sebagai pekerja keras dan masyarakat dengan budaya gotong royong yang kuat, kalian pasti mampu. Sambut kedatangan saudara-saudaramu dengan ramah seperti keluarga sendiri. Abaikan dulu bangsa-bangsa lain itu.

Akhirnya, saya bisa datang ke Bali dengan nyaman, sama seperti kunjungan ke daerah-daerah lainnya di Indonesia. Setiap hari bertemu dan bertegur sapa dengan sesama
anak bangsa. Hampir tidak ada lagi wajah-wajah asing yang terkadang bertingkah seenaknya.

Wajah-wajah asing? Tingkah laku aneh? Aha, mungkin ini salah satu alasan yang menyebabkan ketidaksukaan saya kepada pulau yang dikenal juga sebagai kepingan sorga di bumi ini. 

Memang masih ada alasan lain. Tetapi biarlah itu menjadi rahasia saya sendiri. Cukup Tuhan dan saya saja yang tahu.

Apapun itu. Kali ini, saya merasa menjadi tuan di negeri sendiri. Horeee...!!!!